Sebuah Kisah Anak Manusia Nan Elok ( Disarikan dari buku Ibrahim Sang Sahabat Tuhan; Karya Abu Yahya Jerald F. Dirk, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta 2004 )
Syahdan, ribuan tahun yang lampau. Seorang kakek tua menerima sebuah mimpi yang aneh dan menyesakkan hati, yakni perintah untuk menyembelih putranya sendiri, sebagai qurban persembahan kepada Allah. Kakek tua itu kemudian kita kenal sebagai Nabi Ibrahim a.s. dan anak yang disuruh untuk dikorbankan tersebut adalah Nabi Ismail a.s. yang kala itu baru berusia sekitar 13 tahun. Setelah terbangun karena mimpi tersebut, kakek Ibrahim tentu merasa masygul dan gelisah. Betapa tidak? Allah menghadirkan putra bagi Nabi Ibrahim setelah berusia hampir 90an tahun. Kini, setelah sang anak memasuki usia remaja, dimana muncul sebuah pengharapan besar agar menjadi partner dakwah dan melanjutkan misi kenabian, tiba-tiba diperintahkan begitu saja untuk disembelih. Apa nggak salah tuh mimpi? Masa` sih tu mimpi wahyu dari Allah? Mungkin begitu pertanyaan awal yang berkecamuk dikepala kakek Ibrahim. Namun, setelah mimpi serupa hadir untuk yang ketiga kalinya, barulah "sang kekasih Allah" ini yakin, bahwa mimpi tersebut datang dari Dzat yang dicintainya. Pada keesokan hari, segera dipanggil putra kesayangannya. Ibrahim bukanlah tipikal ayah yang sangar dan semena-mena terhadap anak. Sebagai seorang pimpinan yang bijak, Ibrahim berusaha mengukur kesiapan diri orang yang dipimpinnya, dengan cara memaparkan apa yang dilihatnya dan menanyakan pendapat serta jawaban dari Ismail. " Maka, Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang sangat sabar. Maka, tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata : 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab : 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; jika Allah mengizinkan, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS.Shoffat 37;101-102). Begitulah jawaban Ismail. Sebuah hasil pendidikan pemahaman ma`rifatullah yang sempurna tentunya. Mereka berdua segera bergegas menjalankan perintah Allah Swt tersebut.
Bukan Iblis la`natullah `alihi namanya juka sampai tinggal diam menyaksikan hamba yang demikian patuh kepada perintah Rabb-nya. Dalam perjalanan menuju tempat penyembelihan, Iblis kemudian menghampiri Nabi Ibrahim. Keduanya terlibat adu argumentasi mengenai validitas kebenaran mimpi tersebut. Iblis mencoba meyakinkan bahwa mimpi tersebut bukan dari Allah. Namun, Ibrahim membantah, sebab bukan kali ini saja beliau berinteraksi dengan Allah. Bisa jadi Nabi Ibrahim sangat hafal dengan kehendak Allah yang seringkali tidak masuk akal dan bertentangan dengan nafsu manusiawi. Perdebatan akhirnya usai, dengan keyakinan Nabi Ibrahim yang keluar sebagai pemenangnya. Skor tercetak satu kosong untuk kekalahan Iblis. Namun Iblis tidak menyerah begitu saja karena Iblis adalah makhuq yang istiqomah dengan tugasnya. Gagal dengan sang ayah, giliran sang anak yang jadi sasaran. Segera ditebarkan ide-ide yang menggelitik akal, agar Ismail memikirkan kembali dan merevisi jawabannya. Namun, ketika hati manusia telah terisi full tank dengan keagungan asma Allah, maka tak perlu lagi mempertimbangkan sebuah niat yang telah bulat dan pantang mencabut kembali semboyan sami`na wa atho`na yang telah terucap. Dua kosong untuk kekalahan Iblis, yang mungkin segera pergi dengan garuk-garuk kepala tak habis pikir, kenapa "abege" Ismail sudah bisa sedemikian hanif dalam menjalankan niat ya..? Tunggu dulu....cerita belum usai, masih ada satu tokoh lagi yang sering terabaikan begitu saja dalam kisah-kisah tentang qurban; kita selama ini telah melupakan teladan dari Ibu Hajar!. Sebagai seorang istri, perintah Allah tersebut tentu menimbulkan gejolak batin yang ruwet. Sebagaimana kisah seluruh anak manusia, Iblis la`natullah `alihi selalu kreatif dalam memanfaatkan segala celah-celah yang ada di hati. Diperkirakan, sebelum Nabi Ibrahin dan Nabi Ismail pergi jauh menuju tempat penyembelihan, Iblis berusaha menyelinap dibalik haru biru perasaan seorang ibu ini, dan memprovokasi Ibu Hajar agar segera berlari mengejar, dan melancarkan pemberontakan aqidah kepada suaminya. Namun, semenjak dihadiahkan oleh Fir`aun sebagai budak Ibu Saroh (Istri pertama Nabi Ibrahim), hati Ibu Hajar telah lama terlatih oleh tempaan pemahaman tauhid. Ibu Hajar juga pernah ditinggalkan sendirian bersama bayi Ismail dipadang Bakkah (sekarang Makkah), hanya berbekal keyakinan akan perlindungan dari Allah Ta`ala, 13 tahun sebelum mimpi menakutkan ini datang. Berikut petikan drama yang menggetarkan jiwa orang-orang yang ingin mendekat kembali kepada Allah, dan berusaha mengikuti jejak "kekasih-kekasih" Allah:
"................Ibrahim akhirnya menaruh Siti Hajar dan Ismail dibawah pohon, dan ia kemudian memberikan tempat air dan tas kulit berisi kurma pada istrinya. Lalu, Ibrahin tampaknya berbalik secara diam-diam dan mulai berjalan meninggalkan mereka. Ketika Ibrahim semakin jauh berjalan, Siti Hajar tampaknya menjadi cemas mengenai apa yang akan terjadi. Ia kemudian meninggalkan Ismail sebentar dibawah naungan pohon, berdiri, berlari menyusul Ibrahim, dan memanggil namanya (AL-Bukhari 4:583-584).Ibrahim tidak menghentikan perjalanannya, tidak menengok, dan tidak pula mengatakan sepatah katapun. Mungkin kepedihannya terlalu dalam sehingga ia tidak bisa berbicara saat itu. Tapi, Siti Hajar tetap mengejarnya sambil berteriak, "Wahai Ibrahim, engkau akan pergi kemana? Apakah kamu akan meninggalkan kami dilembah ini, dia tidak ada seorangpun teman atau apapun juga?" Ibrahim tak bergeming dan tetap berjalan meninggalkan Mekkah tanpa menengok atau bicara. Karena tidak mendapatkan tanggapan, Siti Hajar meninggikan suaranya untuk bertanya kepada Ibrahim, "Apakah Allah memerintahkanmu berbuat demikian?" Setelah mendengar pertanyaan itu, Ibrahim berhenti dan mengiyakan pertanyaan itu. Allah telah memerintahkan Ibrahim untuk meninggalkan Siti Hajar dan Ismail dilembah ini (Al-Bukhari 4;583). Setelah mmendapatkan jawaban itu, Siti Hajar hanya punya satu pertanyaan, "Wahai Ibrahim, kepada siapa engkau meninggalkan kami?" "Aku menitipkanmu pada perlindungan Allah." Pada saat itu, terlepas dari berbagai pertanyaan tak terjawab yang memenuhi benaknya, keimanan dan kepatuhan Siti Hajar yang teguh kepada Allah langsung memegang kendali. Ucapan selamat tinggalnya kepada suaminya itu singkat, meski mengandung banyak makna mengenai sifat dan komitmen spiritualnya kepada Allah, "Aku ridho bersama Allah" ( Al-Bukhari 4:584).
Sehingga wajar jika tipuan Iblis yang menyatakan bahwa mimpi itu bukan dari Allah, serta mengajak Ibu Hajar memprotes dan menuntut suaminya, akhirnya "gatot" alias gagal total. Tiga kosong skor kekalahan untuk Iblis. Kembali kepada Ibrahim dan Ismail, setelah sampai di tempat tujuan dan segala persiapan beres, Nabi Ismail segera dibaringkan. Hingga pisau tajam menempel di leher Ismail, keyakinan ayah dan anak ini tak sedikitpun goyah karena terganggu oleh detak jantung masing-masing, yang tentunya berdegup jauh diatas normal. Keimanan mereka kepada Allah demikian teguh sempurna. Ketika pisau akan digerakkan untuk memotong leher Ismail, kemudian terdengarlah suara: "Dan Kami panggillah dia;'Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian. Yaitu 'Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim'. Demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman." (QS.37;104-111).
Syahdan, ribuan tahun yang lampau. Seorang kakek tua menerima sebuah mimpi yang aneh dan menyesakkan hati, yakni perintah untuk menyembelih putranya sendiri, sebagai qurban persembahan kepada Allah. Kakek tua itu kemudian kita kenal sebagai Nabi Ibrahim a.s. dan anak yang disuruh untuk dikorbankan tersebut adalah Nabi Ismail a.s. yang kala itu baru berusia sekitar 13 tahun. Setelah terbangun karena mimpi tersebut, kakek Ibrahim tentu merasa masygul dan gelisah. Betapa tidak? Allah menghadirkan putra bagi Nabi Ibrahim setelah berusia hampir 90an tahun. Kini, setelah sang anak memasuki usia remaja, dimana muncul sebuah pengharapan besar agar menjadi partner dakwah dan melanjutkan misi kenabian, tiba-tiba diperintahkan begitu saja untuk disembelih. Apa nggak salah tuh mimpi? Masa` sih tu mimpi wahyu dari Allah? Mungkin begitu pertanyaan awal yang berkecamuk dikepala kakek Ibrahim. Namun, setelah mimpi serupa hadir untuk yang ketiga kalinya, barulah "sang kekasih Allah" ini yakin, bahwa mimpi tersebut datang dari Dzat yang dicintainya. Pada keesokan hari, segera dipanggil putra kesayangannya. Ibrahim bukanlah tipikal ayah yang sangar dan semena-mena terhadap anak. Sebagai seorang pimpinan yang bijak, Ibrahim berusaha mengukur kesiapan diri orang yang dipimpinnya, dengan cara memaparkan apa yang dilihatnya dan menanyakan pendapat serta jawaban dari Ismail. " Maka, Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang sangat sabar. Maka, tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata : 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab : 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; jika Allah mengizinkan, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS.Shoffat 37;101-102). Begitulah jawaban Ismail. Sebuah hasil pendidikan pemahaman ma`rifatullah yang sempurna tentunya. Mereka berdua segera bergegas menjalankan perintah Allah Swt tersebut.
Bukan Iblis la`natullah `alihi namanya juka sampai tinggal diam menyaksikan hamba yang demikian patuh kepada perintah Rabb-nya. Dalam perjalanan menuju tempat penyembelihan, Iblis kemudian menghampiri Nabi Ibrahim. Keduanya terlibat adu argumentasi mengenai validitas kebenaran mimpi tersebut. Iblis mencoba meyakinkan bahwa mimpi tersebut bukan dari Allah. Namun, Ibrahim membantah, sebab bukan kali ini saja beliau berinteraksi dengan Allah. Bisa jadi Nabi Ibrahim sangat hafal dengan kehendak Allah yang seringkali tidak masuk akal dan bertentangan dengan nafsu manusiawi. Perdebatan akhirnya usai, dengan keyakinan Nabi Ibrahim yang keluar sebagai pemenangnya. Skor tercetak satu kosong untuk kekalahan Iblis. Namun Iblis tidak menyerah begitu saja karena Iblis adalah makhuq yang istiqomah dengan tugasnya. Gagal dengan sang ayah, giliran sang anak yang jadi sasaran. Segera ditebarkan ide-ide yang menggelitik akal, agar Ismail memikirkan kembali dan merevisi jawabannya. Namun, ketika hati manusia telah terisi full tank dengan keagungan asma Allah, maka tak perlu lagi mempertimbangkan sebuah niat yang telah bulat dan pantang mencabut kembali semboyan sami`na wa atho`na yang telah terucap. Dua kosong untuk kekalahan Iblis, yang mungkin segera pergi dengan garuk-garuk kepala tak habis pikir, kenapa "abege" Ismail sudah bisa sedemikian hanif dalam menjalankan niat ya..? Tunggu dulu....cerita belum usai, masih ada satu tokoh lagi yang sering terabaikan begitu saja dalam kisah-kisah tentang qurban; kita selama ini telah melupakan teladan dari Ibu Hajar!. Sebagai seorang istri, perintah Allah tersebut tentu menimbulkan gejolak batin yang ruwet. Sebagaimana kisah seluruh anak manusia, Iblis la`natullah `alihi selalu kreatif dalam memanfaatkan segala celah-celah yang ada di hati. Diperkirakan, sebelum Nabi Ibrahin dan Nabi Ismail pergi jauh menuju tempat penyembelihan, Iblis berusaha menyelinap dibalik haru biru perasaan seorang ibu ini, dan memprovokasi Ibu Hajar agar segera berlari mengejar, dan melancarkan pemberontakan aqidah kepada suaminya. Namun, semenjak dihadiahkan oleh Fir`aun sebagai budak Ibu Saroh (Istri pertama Nabi Ibrahim), hati Ibu Hajar telah lama terlatih oleh tempaan pemahaman tauhid. Ibu Hajar juga pernah ditinggalkan sendirian bersama bayi Ismail dipadang Bakkah (sekarang Makkah), hanya berbekal keyakinan akan perlindungan dari Allah Ta`ala, 13 tahun sebelum mimpi menakutkan ini datang. Berikut petikan drama yang menggetarkan jiwa orang-orang yang ingin mendekat kembali kepada Allah, dan berusaha mengikuti jejak "kekasih-kekasih" Allah:
"................Ibrahim akhirnya menaruh Siti Hajar dan Ismail dibawah pohon, dan ia kemudian memberikan tempat air dan tas kulit berisi kurma pada istrinya. Lalu, Ibrahin tampaknya berbalik secara diam-diam dan mulai berjalan meninggalkan mereka. Ketika Ibrahim semakin jauh berjalan, Siti Hajar tampaknya menjadi cemas mengenai apa yang akan terjadi. Ia kemudian meninggalkan Ismail sebentar dibawah naungan pohon, berdiri, berlari menyusul Ibrahim, dan memanggil namanya (AL-Bukhari 4:583-584).Ibrahim tidak menghentikan perjalanannya, tidak menengok, dan tidak pula mengatakan sepatah katapun. Mungkin kepedihannya terlalu dalam sehingga ia tidak bisa berbicara saat itu. Tapi, Siti Hajar tetap mengejarnya sambil berteriak, "Wahai Ibrahim, engkau akan pergi kemana? Apakah kamu akan meninggalkan kami dilembah ini, dia tidak ada seorangpun teman atau apapun juga?" Ibrahim tak bergeming dan tetap berjalan meninggalkan Mekkah tanpa menengok atau bicara. Karena tidak mendapatkan tanggapan, Siti Hajar meninggikan suaranya untuk bertanya kepada Ibrahim, "Apakah Allah memerintahkanmu berbuat demikian?" Setelah mendengar pertanyaan itu, Ibrahim berhenti dan mengiyakan pertanyaan itu. Allah telah memerintahkan Ibrahim untuk meninggalkan Siti Hajar dan Ismail dilembah ini (Al-Bukhari 4;583). Setelah mmendapatkan jawaban itu, Siti Hajar hanya punya satu pertanyaan, "Wahai Ibrahim, kepada siapa engkau meninggalkan kami?" "Aku menitipkanmu pada perlindungan Allah." Pada saat itu, terlepas dari berbagai pertanyaan tak terjawab yang memenuhi benaknya, keimanan dan kepatuhan Siti Hajar yang teguh kepada Allah langsung memegang kendali. Ucapan selamat tinggalnya kepada suaminya itu singkat, meski mengandung banyak makna mengenai sifat dan komitmen spiritualnya kepada Allah, "Aku ridho bersama Allah" ( Al-Bukhari 4:584).
Sehingga wajar jika tipuan Iblis yang menyatakan bahwa mimpi itu bukan dari Allah, serta mengajak Ibu Hajar memprotes dan menuntut suaminya, akhirnya "gatot" alias gagal total. Tiga kosong skor kekalahan untuk Iblis. Kembali kepada Ibrahim dan Ismail, setelah sampai di tempat tujuan dan segala persiapan beres, Nabi Ismail segera dibaringkan. Hingga pisau tajam menempel di leher Ismail, keyakinan ayah dan anak ini tak sedikitpun goyah karena terganggu oleh detak jantung masing-masing, yang tentunya berdegup jauh diatas normal. Keimanan mereka kepada Allah demikian teguh sempurna. Ketika pisau akan digerakkan untuk memotong leher Ismail, kemudian terdengarlah suara: "Dan Kami panggillah dia;'Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian. Yaitu 'Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim'. Demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman." (QS.37;104-111).
No comments:
Post a Comment