Prinsip pertama cinta adalah mengenal terlebih dahulu objek yg menjadi sasaran cinta, sebelum kita mendeskripsikan cinta. Sebab, kenyataannya manusia hanya mencintai apa yg ia kenal. Cinta itu sendiri juga tdk pernah dialami oleh benda-benda mati. Cinta hanya dialami benda-benda hidup yg sudah terlebih dulu mengenal objek yg dicintainya. Ada 3 jenis objek yg dikenal manusia:
1. Objek yg sesuai dan seirama dgn naluri kemanusiaannya,yg bisa menimbulkan perasaan puas dan nikmat.
2. Objek yg bertentangan dan berlawanan dgn naluri kemanusiaannya, yg menimbulkan perasaan pedih dan sakit.
3. Objek yg tdk menimbulkan pengaruh apa-apa terhadap naluri kemanusiaan. Tidak menimbulkan kenikmatan dan juga tidak menyakitkan.
Jika objek itu menimbulkan kesan kenikmatan dan kepuasan, maka ia pasti akan dicintai. Jika objek itu menimbulkan kesan yg menyakitkan, pasti akan dibenci. Dan, jika objek itu tdk menimbulkan kesan apa-apa, pasti tdk akan dicintai dan dibenci. Jika demikian, manusia baru akan mencintai sesuatu yg nikmat kalau ia sudah merasakan nikmatnya sesuatu itu. Yang dimaksud cinta disini adalah rasa yg secara naluriah cenderung atau suka terhadap sesuatu tertentu. Sementara itu, yg dimaksud benci adalah rasa yg secara naluriah membuat berpaling dari sesuatu objek tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa cinta adalah suatu ungkapan akan kecenderungan hati terhadap segala sesuatu yg menimbulkan kenikmatan dan kepuasan. Jika kecenderungan itu menguat dan bertambah besar, maka itu yg dinamakan dgn ISYQ (cinta yg memabukkan). Bila demikian dgn cinta, maka benci adalah suatu ungkapan akan keberpalingan hati dari sesuatu yg menyakitkan dan membosankan. Jika kecenderungan negatif ini menguat, maka itu yg dinamakan dgn MAQT (kebencian yg memuncak).
Prinsip kedua cinta adalah mengenal ragam cinta, karena cinta muncul setelah terlebih dulu mengenal dan mengetahui. Itu berarti cinta memiliki banyak ragam, sesuai dgn objek yg dikenal dan diketahuinya serta indra yg ada. Setiap indra hanya mengenal satu jenis objek. Masing2 hanya merasa nikmat terhadap objek tertentu saja. Karena menemukan rasa nikmat, naluri yg sehat pasti menyukai sesuatu itu. Jadilah sesuatu itu objek yg dicintainya. Rasulullah Saw bersabda,"Ada 3 hal yg aku cintai dari dunia ini: parfum, wanita dan kenikmatan dlm shalat,"(HR.Al-Nasa`i). Dalam hadis ini parfum disebut sebagai sesuatu yg beliau cintai. Padahal seperti diketahui, parfum hanya dirasakan indra pencium, bukan indra pendengar atau penglihat. Wanita juga disebut sebagai sesuatu yg beliau cintai. Padahal kita ketahui, yg merasakan nikmatnya wanita hanyalah indra penglihat dan peraba bukan indra pencium, perasa dan pendengar. Demikian pula shalat disebut sebagai sesuatu yg paling beliau cintai. Padahal kita ketahui, yg merasakan nikmatnya shalat itu bukan indra yg lima, tetapi indra keenam yg disebut dgn hati. Oleh karenanya, hanya orang yg mempunyai hati yg bisa merasakan nikmatnya shalat. Indra yg lima dimiliki baik manusia maupun binatang. Apabila cinta hanya sebatas apa yg dikenali pancaindra, maka timbul pertanyaan."Mungkinkah ALLAH Swt dicintai, sementara Dia tdk dapat dikenali lewat pancaindra dan tidak dapat digambarkan dlm khayal?" Lebih lanjut, jika hanya mengandalkan pancaindra, maka pertanyaannya,"Apa ciri khas manusia sebagai makhluk?" Manusia itu istimewa karena dilengkapi dgn fasilitas istimewa berupa indra keenam berupa akal, nur, hati atau apapun istilahnya. Dengan demikian, pandangan mata batin jauh lebih kuat dibandingkan pandangan mata lahir. Hati memiliki kemampuan mengetahui yg jauh lebih besar dibanding mata. Keindahan rohani yg diperoleh dg kekuatan akal jauh lebih mengesankan dibandingkan keindahan gambar/lukisan yg ditangkap indra penglihat. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa kenikmatan yg dirasakan hati setelah ia mengetahui berbagai nilai keagungan dan ketuhanan yg tdk mampu dicapai oleh pancaindra jauh lebih sempurna dan lebih memuncak. Tak heran bila kecenderungan naluri dan akal sehat kepada yg demikian itu pasti lebih kuat. Dan, cinta tdk dapat diartikan lain kecuali sebagai kecenderungan atau kesenangan terhadap sesuatu yg diketahui bisa memberikan kenikmatan. Kalau begitu, hanya orang-orang yg tidak mau beranjak dari tingkat kebinatangannya yg menolak keberadaan cinta kepada ALLAH Swt, sebab mereka tidak mau melampaui lebih tinggi lagi dari batas pancaindranya.
Prinsip ketiga adalah mengenali utk siapa cinta itu diberikan. Seperti diketahui, manusia jelas mencintai dirinya sendiri. Jika ia mencintai orang lain, itupun demi dirinya sendirinya. Bisakah tergambar dlm pikiran kita, manusia mencintai orang lain demi orang lain, bukan demi dirinya sendiri?. Kita pun yakin masalah ini akan sulit dipahami oleh orang yg kualitas pemikirannya masih dangkal. Bahkan, bagi orang yg demikian, sungguh tdk masuk akal membayangkan seseorang mencintai orang lain demi orang lain. Tidak ada timbal balik apapun bagi orang yg mencinta, kecuali semata-mata karena dia mengenal orang lain yg dicintainya.Padahal, sebenarnya ini jelas ada dan masuk akal bila diselami lebih jauh dgn mengetahui faktor dan ragam cinta berikut:
A. Narsisme (Cinta Diri Berlebihan)
Yang mula-mula dicintai oleh setiap yg hidup pasti dirinya sendiri. Artinya, secara naluriah ia cenderung menginginkan agar keberadaan dirinya lestari selama-lamanya. Sebaliknya, ia tidak ingin keberadaan dirinya itu lenyap dan binasa. Apa yg dicintainya, secara naluriah, mestilah yg dipandang cocok dan layak bagi dirinya. Adakah sesuatu yg paling cocok dan layak bagi si pencinta selain dirinya sendiri dan kelestarian keberadaannya?Adakah sesuatu yg paling ditentang dan dihindari selain lenyapnya diri dan keberadaannya?Oleh karena itu, setiap manusia pasti menginginkan kelestarian keberadaan dirinya,sekaligus membenci kematiaan dan kebiasanya. Ini bukan semata-mata karena takut terhadap peristiwa yg akan ia alami setelah kematian, juga bukan karena semata-mata miris terhadap situasi sekarat saat nyawa dicabut malaikat. Bahkan,seandainya nyawanya akan direnggut tanpa rasa sakit sedikitpun, atau ditawarkan mati dalam keadaan tanpa pahala dan dosa, pasti tidak akan menerimanya, karena ia tidak menyukai semua itu. Ia hanya menyukai kematian dan kebinasaan ketika sudah tak sanggup menanggung beban hidup. Ketika diberi cobaan, sebetulnya yg diinginkan adalah hilangnya penderitaan, bukan hilangnya keberadaan dirinya. Bahkan, jika iapun menginginkan kebinasaan, semata-mata karena dgn begitu penderitaannya akan lenyap. Dengan demikian, kehancuran dan kebinasaan adalah dua hal yg dibenci, sedangkan kelestarian dan keberadaan diri adalah sesuatu yg dicintai. Setiap orng pasti menginginkan keberadaan dirinya lestari dan utuh. Sebab, jika ada yg kurang, maka itu berarti telah hilang kesempurnaannya. Oleh karenanya, kekurangan dipandang sebagai kepunahan dan kebinasaan, dlm arti ada bagian2 yg telah hilang. Dua-duanya termasuk sifat yg dibenci setiap orang. Inilah watak dasar yg ditetapkan ALLAH kepada manusia. Firman ALLAH QS.AL-Ahzab(33):62. Dengan demikian, jelaslah bahwa pertama-tama manusia mencintai dirinya sendiri, kemudian keselamatan anggota tubuhnya, harta bendanya, anak-keturunannya, keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Ia mencintai dan berupaya agar segenap anggota tubuhnya senantiasa dlm kondisi prima. Sebab dgn begitu, keberadaan dirinya menjadi lestari dan sempurna. Manusia juga mencintai harta benda, karena ia dipandang sebagai media utk mempertahankan kelestarian keberadaannya. Begitu pula dgn faktor yg lain. Semua itu dicintai oleh manusia bukan semata-mata karena wujudnya, tetapi karena kelestarian dan kesempurnaan keberadaan dirinya sangat tergantung kepada berbagai wujud tersebut. Sampai-sampai ia akan tetap mencintai anaknya walaupun tdk memperoleh imbalan apa-apa, bahkan ia harus menanggung berbagai penderitaan demi anaknya itu. Mengapa?Tak lain karena anaklah yg akan menggantikan keberadaan dirinya setelah tiada. Kelestarian keturunan dipandang sebagai bagian dari kelestariannya. Karena mencintai kelestarian dirinya, manusia juga mencintai kelestarian orng yg akan menggantikannya. Seolah-olah orang itu adalah wujud dirinya setelah ia tak mampu lagi mempertahankan kelestarian dirinya utk selama-lamanya. Kalau misalnya manusia dihadapkan pada dua pilihan alternatif antara dirinya atau anaknya yg terbunuh, maka dlm kondisi sadar dan wajar ia akan memilih kelestarian dirinya sendiri. Sebab keletarian anaknya dari satu sisi hanya dipandang "serupa" dgn kelestarian dirinya, bukan kelestarian dirinya yg sebenarnya. Jadi perlu ditegaskan lagi setiap yg hidup pertama-tama pasti mencintai dirinya sendiri berikut kesempurnaan serta kelestarian dirinya.....bersambuuuuung....!!! ( Referensi dari Buku Mukjizat Al-Quran dan Hadis, jilid 4. Tertarik...?kunjungi web.kami: www.gianmandiri.co.id )
1. Objek yg sesuai dan seirama dgn naluri kemanusiaannya,yg bisa menimbulkan perasaan puas dan nikmat.
2. Objek yg bertentangan dan berlawanan dgn naluri kemanusiaannya, yg menimbulkan perasaan pedih dan sakit.
3. Objek yg tdk menimbulkan pengaruh apa-apa terhadap naluri kemanusiaan. Tidak menimbulkan kenikmatan dan juga tidak menyakitkan.
Jika objek itu menimbulkan kesan kenikmatan dan kepuasan, maka ia pasti akan dicintai. Jika objek itu menimbulkan kesan yg menyakitkan, pasti akan dibenci. Dan, jika objek itu tdk menimbulkan kesan apa-apa, pasti tdk akan dicintai dan dibenci. Jika demikian, manusia baru akan mencintai sesuatu yg nikmat kalau ia sudah merasakan nikmatnya sesuatu itu. Yang dimaksud cinta disini adalah rasa yg secara naluriah cenderung atau suka terhadap sesuatu tertentu. Sementara itu, yg dimaksud benci adalah rasa yg secara naluriah membuat berpaling dari sesuatu objek tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa cinta adalah suatu ungkapan akan kecenderungan hati terhadap segala sesuatu yg menimbulkan kenikmatan dan kepuasan. Jika kecenderungan itu menguat dan bertambah besar, maka itu yg dinamakan dgn ISYQ (cinta yg memabukkan). Bila demikian dgn cinta, maka benci adalah suatu ungkapan akan keberpalingan hati dari sesuatu yg menyakitkan dan membosankan. Jika kecenderungan negatif ini menguat, maka itu yg dinamakan dgn MAQT (kebencian yg memuncak).
Prinsip kedua cinta adalah mengenal ragam cinta, karena cinta muncul setelah terlebih dulu mengenal dan mengetahui. Itu berarti cinta memiliki banyak ragam, sesuai dgn objek yg dikenal dan diketahuinya serta indra yg ada. Setiap indra hanya mengenal satu jenis objek. Masing2 hanya merasa nikmat terhadap objek tertentu saja. Karena menemukan rasa nikmat, naluri yg sehat pasti menyukai sesuatu itu. Jadilah sesuatu itu objek yg dicintainya. Rasulullah Saw bersabda,"Ada 3 hal yg aku cintai dari dunia ini: parfum, wanita dan kenikmatan dlm shalat,"(HR.Al-Nasa`i). Dalam hadis ini parfum disebut sebagai sesuatu yg beliau cintai. Padahal seperti diketahui, parfum hanya dirasakan indra pencium, bukan indra pendengar atau penglihat. Wanita juga disebut sebagai sesuatu yg beliau cintai. Padahal kita ketahui, yg merasakan nikmatnya wanita hanyalah indra penglihat dan peraba bukan indra pencium, perasa dan pendengar. Demikian pula shalat disebut sebagai sesuatu yg paling beliau cintai. Padahal kita ketahui, yg merasakan nikmatnya shalat itu bukan indra yg lima, tetapi indra keenam yg disebut dgn hati. Oleh karenanya, hanya orang yg mempunyai hati yg bisa merasakan nikmatnya shalat. Indra yg lima dimiliki baik manusia maupun binatang. Apabila cinta hanya sebatas apa yg dikenali pancaindra, maka timbul pertanyaan."Mungkinkah ALLAH Swt dicintai, sementara Dia tdk dapat dikenali lewat pancaindra dan tidak dapat digambarkan dlm khayal?" Lebih lanjut, jika hanya mengandalkan pancaindra, maka pertanyaannya,"Apa ciri khas manusia sebagai makhluk?" Manusia itu istimewa karena dilengkapi dgn fasilitas istimewa berupa indra keenam berupa akal, nur, hati atau apapun istilahnya. Dengan demikian, pandangan mata batin jauh lebih kuat dibandingkan pandangan mata lahir. Hati memiliki kemampuan mengetahui yg jauh lebih besar dibanding mata. Keindahan rohani yg diperoleh dg kekuatan akal jauh lebih mengesankan dibandingkan keindahan gambar/lukisan yg ditangkap indra penglihat. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa kenikmatan yg dirasakan hati setelah ia mengetahui berbagai nilai keagungan dan ketuhanan yg tdk mampu dicapai oleh pancaindra jauh lebih sempurna dan lebih memuncak. Tak heran bila kecenderungan naluri dan akal sehat kepada yg demikian itu pasti lebih kuat. Dan, cinta tdk dapat diartikan lain kecuali sebagai kecenderungan atau kesenangan terhadap sesuatu yg diketahui bisa memberikan kenikmatan. Kalau begitu, hanya orang-orang yg tidak mau beranjak dari tingkat kebinatangannya yg menolak keberadaan cinta kepada ALLAH Swt, sebab mereka tidak mau melampaui lebih tinggi lagi dari batas pancaindranya.
Prinsip ketiga adalah mengenali utk siapa cinta itu diberikan. Seperti diketahui, manusia jelas mencintai dirinya sendiri. Jika ia mencintai orang lain, itupun demi dirinya sendirinya. Bisakah tergambar dlm pikiran kita, manusia mencintai orang lain demi orang lain, bukan demi dirinya sendiri?. Kita pun yakin masalah ini akan sulit dipahami oleh orang yg kualitas pemikirannya masih dangkal. Bahkan, bagi orang yg demikian, sungguh tdk masuk akal membayangkan seseorang mencintai orang lain demi orang lain. Tidak ada timbal balik apapun bagi orang yg mencinta, kecuali semata-mata karena dia mengenal orang lain yg dicintainya.Padahal, sebenarnya ini jelas ada dan masuk akal bila diselami lebih jauh dgn mengetahui faktor dan ragam cinta berikut:
A. Narsisme (Cinta Diri Berlebihan)
Yang mula-mula dicintai oleh setiap yg hidup pasti dirinya sendiri. Artinya, secara naluriah ia cenderung menginginkan agar keberadaan dirinya lestari selama-lamanya. Sebaliknya, ia tidak ingin keberadaan dirinya itu lenyap dan binasa. Apa yg dicintainya, secara naluriah, mestilah yg dipandang cocok dan layak bagi dirinya. Adakah sesuatu yg paling cocok dan layak bagi si pencinta selain dirinya sendiri dan kelestarian keberadaannya?Adakah sesuatu yg paling ditentang dan dihindari selain lenyapnya diri dan keberadaannya?Oleh karena itu, setiap manusia pasti menginginkan kelestarian keberadaan dirinya,sekaligus membenci kematiaan dan kebiasanya. Ini bukan semata-mata karena takut terhadap peristiwa yg akan ia alami setelah kematian, juga bukan karena semata-mata miris terhadap situasi sekarat saat nyawa dicabut malaikat. Bahkan,seandainya nyawanya akan direnggut tanpa rasa sakit sedikitpun, atau ditawarkan mati dalam keadaan tanpa pahala dan dosa, pasti tidak akan menerimanya, karena ia tidak menyukai semua itu. Ia hanya menyukai kematian dan kebinasaan ketika sudah tak sanggup menanggung beban hidup. Ketika diberi cobaan, sebetulnya yg diinginkan adalah hilangnya penderitaan, bukan hilangnya keberadaan dirinya. Bahkan, jika iapun menginginkan kebinasaan, semata-mata karena dgn begitu penderitaannya akan lenyap. Dengan demikian, kehancuran dan kebinasaan adalah dua hal yg dibenci, sedangkan kelestarian dan keberadaan diri adalah sesuatu yg dicintai. Setiap orng pasti menginginkan keberadaan dirinya lestari dan utuh. Sebab, jika ada yg kurang, maka itu berarti telah hilang kesempurnaannya. Oleh karenanya, kekurangan dipandang sebagai kepunahan dan kebinasaan, dlm arti ada bagian2 yg telah hilang. Dua-duanya termasuk sifat yg dibenci setiap orang. Inilah watak dasar yg ditetapkan ALLAH kepada manusia. Firman ALLAH QS.AL-Ahzab(33):62. Dengan demikian, jelaslah bahwa pertama-tama manusia mencintai dirinya sendiri, kemudian keselamatan anggota tubuhnya, harta bendanya, anak-keturunannya, keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Ia mencintai dan berupaya agar segenap anggota tubuhnya senantiasa dlm kondisi prima. Sebab dgn begitu, keberadaan dirinya menjadi lestari dan sempurna. Manusia juga mencintai harta benda, karena ia dipandang sebagai media utk mempertahankan kelestarian keberadaannya. Begitu pula dgn faktor yg lain. Semua itu dicintai oleh manusia bukan semata-mata karena wujudnya, tetapi karena kelestarian dan kesempurnaan keberadaan dirinya sangat tergantung kepada berbagai wujud tersebut. Sampai-sampai ia akan tetap mencintai anaknya walaupun tdk memperoleh imbalan apa-apa, bahkan ia harus menanggung berbagai penderitaan demi anaknya itu. Mengapa?Tak lain karena anaklah yg akan menggantikan keberadaan dirinya setelah tiada. Kelestarian keturunan dipandang sebagai bagian dari kelestariannya. Karena mencintai kelestarian dirinya, manusia juga mencintai kelestarian orng yg akan menggantikannya. Seolah-olah orang itu adalah wujud dirinya setelah ia tak mampu lagi mempertahankan kelestarian dirinya utk selama-lamanya. Kalau misalnya manusia dihadapkan pada dua pilihan alternatif antara dirinya atau anaknya yg terbunuh, maka dlm kondisi sadar dan wajar ia akan memilih kelestarian dirinya sendiri. Sebab keletarian anaknya dari satu sisi hanya dipandang "serupa" dgn kelestarian dirinya, bukan kelestarian dirinya yg sebenarnya. Jadi perlu ditegaskan lagi setiap yg hidup pertama-tama pasti mencintai dirinya sendiri berikut kesempurnaan serta kelestarian dirinya.....bersambuuuuung....!!! ( Referensi dari Buku Mukjizat Al-Quran dan Hadis, jilid 4. Tertarik...?kunjungi web.kami: www.gianmandiri.co.id )
No comments:
Post a Comment